Selasa, 22 Januari 2008

Bulan

besok aku pulang
tapi bulan takkan datang
dilain malam
kubenamkan rindu
bersemayam
aku memang mencintai bulan

R'

Entah apa rasanya. Setiap kali pikiran ini memutar balik memikirkan tentang dirimu, sepertinya semesta membawa auramu hadir disini. Mungkin ada sesuatu yang belum kutuntaskan padamu. dan akhirnya, aku merasa aku jatuh cinta lagi. Rasa yang dulu pernah ada, namun karena kebodohanku sendiri aku menguburnya.

Takut akan kehilangan, jadi rasa itu tidak aku kubur dalam-dalam. Hanya permukaan, agar aku dengan mudah untuk menggalinya kembali. Malam ini tepat purnama, hawa cukup bersahabat. Tapi tidak untuk hawa di kamarku. Kuputuskan untuk melakukan aktifitas. Kubuka kembali peti yang menyimpan perkakas dalam otakku. Perkakas, yang cukup kuat untuk menggali kembali rasa cintaku padamu.

Puisi indah, lagu cinta dan keheningan. Melankolia!

Orang bijak pernah berkata, kita tidak akan mengetahui akhirnya jika kita tidak berani melewati prosesnya. Hei semesta! Lihat aku! Dan dengarkan!

Kata-kata coba kurajut
Dalam satu rangkaian
Seperti oase di gurun pasir
Yang membuat nyata
Semua kehidupan kecil disekitarnya

Aku sendiri
Yang berdiri tegak
Diatas tanah bukan kelahiranku
Aku berdiri menatap berharap
Semesta dapat membawa dirimu
Masuk kedalam sisi jiwaku

Ketelanjangan tubuh ini
Kuberikan pada semesta

Wajahmu masih terpajang di benakku. Jangan bertanya siapa yang membimbingku untuk memajangnya disitu, karena akupun tidak tahu. Mungkin sosok lain dalam diriku yang menaruhnya. Sosok yang suatu saat menjelma menjadi diriku yang seutuhnya mencintaimu. Anggap saja ini sebuah kegilaan, atau sebuah drama yang tidak masuk akal karena aku hanya membawa romantisme masa lalu yang pernah aku rasakan. Karena hanya itu bekalku untuk merubah masa depan. Walau sekarang aku harus memulai dari titik 0.

Aku tetap bersandar pada cahaya
Cahaya yang membimbingku
Untuk berjalan menghampirimu

Izinkan aku untuk satu hal
Berdzikir pada Tuhan
Untuk cintamu

Jakarta, Januari 2008